Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Saat memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam hidup
tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan yang
terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan dalam
aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut akan menimbulkan berbagai
dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam hidup yang
dapat menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia yang mengalami
ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala fisik.
Berdasarkan
hasil analisis dari kasus diatas menunjukkan bahwa konseling logoterapi dapat
meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia. Konseling logoterapi diberikan
pada subjek karena konseling ini merupakan konseling yang diberikan pada
individu yang mengalami ketidakjelasan makna dan tujuan hidup. Hal tersebut
menyebabkan subjek mengalami kehampaan dan kehilangan gairah hidup. Konseling
logoterapi juga diberikan pada subjek karena konseling ini tidak diterapkan
untuk kasus patologis berat yang membutuhkan psikoterapi. Selain itu, konseling
logoterapi memiliki karakteristik jangka pendek, berorientasi masa depan dan
berorientasi pada makna hidup (Bastaman, 2007).
E. Kondisi Subjek Sebelum Dan Setelah Konseling
Sebelum konseling
1. Subjek sering mencari pelayanan
medis karena merasakan berbagai keluhan fisik: sakit kepala (pusing), punggung
kaku, nyeri di persendian tangan & kaki, dada sesak, perut kembung, lambung
perih, lemah pada bagian kaki, suara serak
2. Subjek tidak dapat menerima
kenyataan bahwa keadaan keluarga tidak tercukupi secara finansial karena subjek
tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya
3.
Subjek
menjadi mudah marah dan merasa tidak dihormati sebagai kepala keluarga karena
istri dan anak-anaknya sering tidak menuruti perkataan subjek
4. Permasalahan yang dihadapi subjek
membuatnya merasa tidak berharga, merasa tujuan hidupnya tidak terpenuhi dan
merasa hidupnya tidak bermakna.
Pemberian intervensi
Konseling
logoterapi diberikan dalam 4 langkah, yaitu:
1. Mengambil jarak atas gejala (distance
from symptoms) dimana konselor membantu menyadarkan subjek bahwa gejala
sama sekali tidak identik dan mewakili diri subjek, namun semata-mata merupakan
kondisi yang dialami dan dapat dikendalikan
2. Modifikasi sikap (modification of
attitude) dimana konselor membantu subjek untuk mendapatkan pandangan baru
atas diri dan kondisinya, selanjutnya subjek menentukan sikap baru untuk
menentukan arah dan tujuan hidupnya
3. Pengurangan gejala (reducing
symptoms) dimana konselor menggunakan teknik logoterapi
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek
4. Orientasi terhadap makna (orientation
toward meaning) dimana konselor bersama subjek membahas bersama nilai-nilai
dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan subjek, memperdalam
dan menjabarkannya menjadi tujuan- tujuan yang lebih konkrit.
Setelah konseling
1.
Keluhan
yang dirasakan subjek telah berkurang dan mampu diabaikan oleh subjek sehingga
tidak memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan psikologis
2.
Subjek
telah mampu menerima kondisi bahwa ia tidak mampu memberikan nafkah bagi
keluarganya dan lebih memperhatikan hal-hal yang dapat dilakukannya untuk
membahagiakan keluarganya
3.
Subjek
dapat mempertahankan pengendalian emosi yang telah berhasil dilakukannya agar
dapat terus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
4.
Pernyataan
dari anggota keluarga bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik
berkaitan dengan sikapnya terhadap anggota keluarga
5.
Subjek
telah memiliki tujuan hidup, yaitu membahagiakan dan mensejahterakan keluarga
meski tidak berupa materi, dapat bermanfaat bagi orang lain, dan lebih dekat
dengan Tuhan.
Contoh
kasus yang diatas masuk kedalam penanganan
dengan cara logotherapi.
Dikutip dari sumber : Hana uswatun hasanah suprapto, madiun,
jawa timur. Jurnal “konseling logo terapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup
lansia”. Volume1 (2), 190-198. Magister psikologi UMM. 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar